Singkat Padat Jelas: Kenapa City Sering Keok di Liga Champions
City adalah rajanya Liga Inggris. Mereka bisa dibilang tim sempurna, memiliki taktik dan strategi yang mumpuni, dan konsisten memenangkan pertandingan, bahkan sampai membantai tim-tim besar.
Namun, di Eropa, mereka sering kali keok. Bahkan ketika mereka bisa dianggap sebagai tim terbaik Eropa, mereka tetap kalah, entah melawan tim seperti Lyon, Monaco, atau Real Madrid. Aku penasaran, jadi aku akan coba mencari tahu kenapa City sering kalah.
Penyebab pertama adalah komposisi tim treble yang hanya tahan semusim. City memang punya pemain kunci seperti de Bruyne, Bernardo Silva, Rodri, Erling Haaland, Kyle Walker, hingga Ruben Dias. Namun, mereka juga kehilangan pemain seperti Ilkay Gundogan dan Riyad Mahrez, tulang punggung mereka selama musim treble.
Penyebab kedua adalah UCL yang terkenal sebagai turnamen hidup mati. Beda dengan format liga di mana tim bisa tarik napas sejenak meskipun mengalami kekalahan, satu gol di fase knockout UCL dapat menyingkirkan tim sebesar apapun. Situasi tensi tinggi ini dapat membuat mental pemain naik atau turun.
Hal ini berujung pada penyebab ketiga, yaitu gaya kepemimpinan Pep. Pep terkenal sulit menghadapi pemain dengan karakter kuat, dan hal ini disentil oleh Patrice Evra. Dengan kurangnya pemimpin di lapangan, mereka menjadi sangat sulit membalikkan keadaan.
Bandingkan dengan Real Madrid, yang terkenal dengan pemain berkarakter kuat dan bisa membalikkan keadaan kapan saja. Dalam turnamen hidup mati seperti Champions League, Real berada dalam posisi untung. Pelatihnya? Tentu saja Carlo Ancelotti, yang jago menurunkan ego pemain.
Dan City? Mereka kembali ke fase membangun pondasi. Nampaknya, Champions League hanya akan jadi angan-angan belaka dalam lima tahun ke depan.