Puasa gelar Kane: tidak beruntung, atau ada hal lainnya?

Irzi Ahmad R
2 min readJun 9, 2024

--

Harry Kane adalah salah satu penyerang terbaik di dunia. Ia punya segalanya: power, visi, positioning, shooting. Kau sebut apa saja, ia pasti punya, kecuali piala. Sepanjang kariernya, Kane hanya memenangkan turnamen sekali, itu pun piala pra musim. Berganti tim pula, ia masih belum mendapatkan piala.

Banyak yang mengaitkan puasa gelar Kane dengan ketidakberuntungan, tim yang dibilang kurang bagus, dan *sekarang* rekan yang harus digendong oleh pemain berusia 30 tahun tersebut. Akan tetapi, di balik puasa gelar ini, menurutku ada satu hal yang hampir tidak pernah dibahas orang-orang.

Bisa jadi, Kane sendiri yang menjadi masalahnya.

Karena Kane memiliki atribut menyerang yang sangat baik, sering kali serangan terpusat kepadanya. Ia jadi pemantul, penendang jarak jauh, hingga finisher. Ini membuat rekannya harus bergantung pada permainan Kane, dibandingkan dengan menciptakan inisiatif sendiri.

Misal, Son yang acapkali hanya jadi penerima bola lambung Kane. Jarang ada kesempatan bagi pemain asal Korea Selatan tersebut untuk membawa bola, menusuk ke pertahanan dengan dribelnya. Terutama karena Kane lebih sering membelakangi lawan dari pada bergerak ke depan untuk cipatakan ruang bagi rekannya. Variasi serangan pun jadi berkurang.

Ini jadi semakin menarik mengingat Kane adalah mantan gelandang yang “disulap” menjadi striker. Pelatih Kane saat dia masih muda mengingatnya sebagai pemain yang kurang luwes, namun sangat baik dalam segi teknik:

When he first came into the under-18s as a 15 year old, he stood out in the sense he looked a bit gangly. He moved slightly awkwardly, he was a bit cumbersome. But look closer, he had a lot of ability, a great technique. I think he surprised people how good he was. Tactically he was very flexible. He often played in midfield. I remember seeing him once playing as a holding midfielder.

Maka dari itu, saya merasa bahwa Kane adalah gelandang yang kebetulan punya kemampuan mencetak gol yang baik. Insting utamanya adalah membangun permainan, bukan masuk ke kotak penalti dan mencetak gol. Masalahnya, reputasi Kane sebagai pencetak gol sudah terlalu mentereng, sehingga dia dikira bisa jadi juru gedor di setiap saat.

Oleh karena itu, menurutku Kane lebih baik ditaruh menjadi penyerang yang dapat menarik jagaan lawan dan membuka ruang bagi rekannya. Kane juga sangat berguna apabila ruang di antara lini pertahanan lawan terbuka lebar, sehingga ia punya waktu untuk menembak.

Apabila pelatih ingin menambah lumbung gol, maka lebih baik memasukkan striker cepat (di situasi counter attack atau sebagai pembuka ruang), atau yang kuat dan mampu mencari posisi (melawan tim yang bertahan rendah dan rapat). Kedua opsi ini dapat menambah variasi permainan, dibandingkan dengan terlalu bergantung pada Kane.

Permasahan utama Kane, dalam segi taktik, adalah kesalahpahaman soal atributnya. Ia merupakan gelandang yang kebetulan bisa mencetak gol, dan ini membuat ia terlihat seperti pemain yang bisa melakukan apa saja. Kane terlalu diandalkan di tiap momen, membuat pemain lain terlalu bergantung dengan permainannya, dan terekspos di momen-momen paling penting.

--

--

No responses yet