Menanti harmonisasi antara Taisei Marukawa dan Carlos Fortes dengan PSIS

Irzi Ahmad R
12 min readApr 17, 2022

--

Once you free your mind about a concept of
Harmony and of music being correct
You can do whatever you want
So nobody told me what to do
And there was no preconception of what to do

Daft Punk, Giorgio by Moroder (2014)

Pembuka: Mematahkan mitos antara aglomerasi bakat dan gelar juara

Taisei Marukawa dan Carlos Fortes membawa bakatnya menuju Kota Atlas. Seharusnya penulis memberikan julukan yang senada dengan kepindahan LeBron James ke Miami pada tahun 2010 — terutama karena Semarang dan Miami sama-sama di pesisir, namun ternyata penulis tidak menemukan julukannya di Google.

Namun lagi, kedatangan Marukawa dan Fortes, yang nantinya akan menciptakan big three di PSIS dengan Jonathan Cantillana, memiliki kesamaan dengan Heat pada tahun itu. Dwyane Wade, yang kesulitan memikul beban sebagai pemain utama setelah ditinggal Shaquille O’Neal, akhirnya mendapatkan amunisi bintang lima di tangan James dan Chris Bosh.

Pembaca yang mungkin mengikuti NBA pada tahun itu ingat bahwa jalan Heat menuju kejuaraan tidak semulus yang dibayangkan. Setelah James menyatakan bahwa Heat akan menang “bukan satu, bukan dua, bukan tiga…” gelar juara, mereka memulai musim dengan rekor pertandingan 9–8. Mereka lalu memperbaiki performanya hingga meraih rekor 58–24.

Setelah mendapatkan posisi kedua di Konferensi Timur, mereka melaju ke final, namun tersandung oleh Dirk Nowitzki yang performanya biasa-biasa saja, Jason Kidd yang sudah uzur, Jason Terry — pemain keenam yang tiba-tiba meledak, dan Dallas Mavericks di final. Bukan satu, bukan dua, bukan tiga gelar juara, tetapi malah kekecewaan yang didapatkan oleh Heat.

Semua orang suka cerita underdog, namun permasalahan struktural Heat juga patut dijadikan sorotan. Ben Taylor, dalam bukunya yang berjudul Thinking Basketball — wajib baca untuk seluruh penikmat olahraga kelompok, memberikan argumen bahwa pemain yang dominan memegang bola akan memiliki efisiensi yang baik, jika mereka bermain dengan pemain lainnya yang lebih aktif tanpa memegang bola.

Wade dan James merupakan pemain yang sangat dahsyat bila memegang bola, namun ketika mereka tidak memegang bola, pergerakannya cukup minim, dan mereka bukan penembak 3 poin yang baik. Alhasil, efisiensi Heat tidak mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Heat mampu memiliki efisiensi terbaik — dalam konteks pick-and-roll, pada saat hanya ada satu di antara James atau Wade yang bermain!

Maka, kita dapat belajar bahwa menambah pemain hebat ke dalam sebuah klub tidak otomatis membuat klub tersebut menjadi semakin digdaya. Kita juga harus melihat apakah pemain-pemain yang dibeli tersebut sudah sesuai dengan karakteristik rekan, visi, serta model permainan yang disiapkan oleh pelatih. Apakah Marukawa dan Fortes mampu meningkatkan status PSIS dari tim penuh potensi yang masih berkutat untuk masuk ke papan atas menjadi kandidat juara Liga 1 pada musim depan?

Taisei Marukawa: Robot dengan jiwa manusia

Persebaya mungkin merupakan salah satu tim dengan sirkulasi serangan terbaik di Indonesia. Pergantian posisi para pemainnya sangat luwes, sehingga pemain-pemainya mampu menempati posisi lain dengan nyaman. Dengan model permainan mereka yang bertujuan untuk mengoptimalkan positional play, mereka mampu menciptakan keunggulan-keunggulan dan memanfaatkannya dengan baik di lapangan.

Sebelum saya lanjut, saya akan menjelaskan bahwa positional play BUKAN hanya menjelaskan tentang pemain harus memosisikan dirinya pada beberapa zona tertentu. Untuk memaksimalkan positional play, para pemain (atau individu) harus memenuhi 5 cara dalam meraih keunggulan di lapangan. Kelima cara ini saling berhubungan antar satu sama lain, yaitu:

Keunggulan kualitatif: Berhubungan dengan perbedaan kemampuan antarpemain. Misalnya ketika Ikhsan Fandi berhadapan satu lawan satu dengan Elkan Baggott (membawa luka lama, iya tahu).

Keunggulan jumlah/numerikal: Berhubungan dengan jumlah pemain yang lebih dari musuh dalam zona tertentu (seperti 3v2 di sayap, ketika 3 pemain berlari menyambut bola melawan 2 musuh).

Keunggulan posisi: Berhubungan dengan aksi yang seorang pemain lakukan pada ruang fisik di lapangan (seorang gelandang memposisikan dirinya untuk menerima umpan diagonal dari rekannya).

Keunggulan dinamis: Berhubungan dengan aksi-aksi yang meliputi sampai ke, menutup, atau menciptakan ruang fisik(misalnya seperti Marukawa yang melakukan dribel yang membuat ia mampu mengumpan ke rekannya yang berlari ke arah kotak penalti).

Keunggulan kooperatif: Berhubungan dengan chemistry yang dimiliki oleh pemain, baik dalam maupun luar lapangan (misalnya seperti Cak Sul dan Marukawa yang sangat halus dalam bertukar posisi dan berkombinasi)

Seperti yang sudah dijelaskan, pergantian posisi penting pada positional play, salah satunya karena dapat membuka ruang dan menciptakan kebingungan pada musuh. Tentunya, pergantian posisi yang konstan ini menuntut kemampuan yang berbeda-beda dari pemainnya. Kita sering kali melihat pemain tengah yang bertukar posisi dengan sayap, atau gelandang yang bertukar posisi dengan bek sayap dan sayap. Penonton ulung Persebaya mungkin melihat beberapa gaya permainan yang berbeda di antara pemain lini depan mereka.

Bruno Moreira merupakan pemain sayap yang sering merangsek masuk dengan bola yang “lengket” di kakinya. Supriadi adalah sayap oportunis yang juga mampu untuk membawa bola. Vaalport dan Samsul adalah dua striker pengangkut air, yang mampu untuk bekerja sama dengan rekannya. Dan yang terakhir, Taisei Marukawa, pemain yang punya “semuanya.”

Pada dasarnya saya hanya mengulangi apa yang sudah orang-orang katakan sebelumnya, namun Marukawa merupakan salah satu pemain terbaik — jika bukan yang terbaik, karena dia punya argumen yang kuat terhadap hal itu. Marukawa adalah seorang pemain serba-bisa, yang mampu melakukan berbagai macam aksi di lapangan, dan tidak pernah melakukan hal tersebut sampai taraf yang berlebihan.

Hal ini bisa dikaitkan dengan salah satu kemampuan terbaik yang dimiliki olehnya, yaitu pemilihan keputusannya. Ia selalu menatap, menatap, dan menatap ke atas. Dengan ini, Marukawa mampu mengolah informasi relevan yang ia dapatkan di lapangan. Selain itu, Marukawa juga mampu untuk menyikapi informasi tersebut dengan aksi yang sesuai di lapangan.

Marukawa bermain seakan-akan setiap detik permainan memberikan urgensi untuk dirinya. Ketika bola berada di kakinya, Marukawa mendribel bola dengan pandangan terbuka, sehingga dirinya selalu cepat dalam mengambil keputusan dan Persebaya dapat melanjutkan momentum serangan. Biasanya Marukawa melakukan dribel hingga 2–3 sentuhan, lalu mengumpan ke rekannya atau menendang. Cara dia berlari sangat membuat saya ingat pada Mo Salah, lari yang kelihatan tidak cantik namun sangat mematikan.

Meloncatlah ke menit 1:23. Marukawa masih menoleh ke kiri dan ke kanan ketika mendribel untuk menilai pilihan umpan mana yang lebih berbahaya. Ia memilih Kambuaya dengan menggunakan disguise pass yang ciamik, dan Kambuaya berhasil membayar buah upaya dari Marukawa.

Dribel yang dilakukan Marukawa sangat penting dalam positional play, karena dengan dribelnya, dia mampu untuk menarik perhatian musuh terhadap dirinya, dan/atau mendapatkan pengelihatan yang lebih jelas mengenai posisi rekannya. Hal ini juga disuarakan oleh Pep Guardiola:

Selain itu, dalam counter-press, Marukawa telah membuktikan kedigdayaannya. Kita dapat melihat agresivitas Marukawa ketika pemain Persebaya “mengerubungi” pemain musuh. Pemain musuh tersebut berhasil melewati kerubungan tersebut dan Marukawa harus menjegalnya. Namun, hadirnya Marukawa dalam fase pertahanan ini menjadi aset yang dapat ditakuti oleh musuh.

Hal ini juga kita lihat dalam aksi individual, di mana Marukawa bukan hanya berlari cepat untuk melakukan pressing, namun juga tahu sisi mana dia harus melakukan press, serta cepat untuk menutup ruang kosong. Setelah menutup akses umpan ke sayap, Marukawa melakukan press ke bek sayap Bali United, namun kelebaran yang dikorbankan oleh struktur 4–2–3–1 Persebaya — dan sedikit oleh Marukawa yang kurang agresif — membuat Bali United berhasil mendapatkan akses ke sektor tengah.

Pivot kanan Persebaya lalu tertarik ke depan, dan Bali United memiliki keunggulan posisi serta jumlah (3v2). Pemain Bali United lalu melakukan skema umpan third-man, namun Marukawa berhasil menghadangnya dengan meng-cover ruang kosong tersebut, dan Bali United harus mengulang kembali sirkulasi serangan mereka.

Namun, terkadang ada kalanya Marukawa salah melakukan antisipasi. Ia terlihat ingin mengambil bola yang agak jauh dari kaki pemain Barito. Namun, pemain Barito tersebut mampu untuk mengumpan bola ke kaki rekannya, yang sudah memposisikan diri secara diagonal. Tapi, Marukawa terbilang cukup konsisten dalah melakukan antisipasi ini.

Carlos Fortes: Mesin serangan yang aus saat bertahan?

Carlos Fortes, yang dibeli dari tim Liga 2 Portugal, Vilafranquense, langsung menjadi penyerang terpenting — kadang terlalu penting — Arema. Fortes mencetak 20 gol sepanjang musim 2021/22 Liga 1, 17 (!!) gol di atas penyerang Arema selanjutnya, M. Rafli. Namun, pentingnya Fortes terhadap Arema tidak hanya berhubungan dengan gol, namun juga di kemampuannya dalam setiap fase serangan.

Namun, sebelum itu, izinkan saya nyambat sedikit tentang kontribusi bertahan Fortes. Keterlibatan Fortes pada fase transisi bertahan serta bertahan di lapangan memang patut dipertanyakan. Di antara pemain Arema lainnya — terutama Rafli, Yudo, dan Dedik, nampaknya Fortes merupakan pemain yang paling jarang melakukan pressing untuk mencekik lawan di daerah pertahanannya atau memaksa lawan mengumpan ke sisi rawan. Dengan ini, Arema mau tidak mau harus merelakan baris pertahanannya terdorong ke belakang.

Di sini, kita bisa melihat tiga pemain Arema (terutama striker-nya) melakukan pressing trigger terhadap pemain PSM yang mererima bola dengan punggung menghadap gawang Arema. ketika PSM melakukan switch, tugas striker biasanya adalah menekan bek kiri dari sisi belakang agar ia tidak nyaman dalam mengumpan. Namun, Fortes terlihat “dibebastugaskan” dari tanggung jawab itu. Mungkin, ini adalah pilihan strategi dari Almeida yang percaya bahwa Fortes mampu menutupi kekurangan tersebut ketika menyerang.

Oke, nyambatnya udahan. Sekarang kita akan melihat kelebihan Fortes dalam segi penyerangan. Fortes sangat bersinar pada fase transisi menyerang serta organisasi menyerang. Almeida sering menaruh Fortes di depan seakan-akan dirinya merupakan seorang target ketika serangan balik. Namun, Fortes memiliki beragam keahlian yang membuatnya dapat memfasilitasi serangan Arema dengan baik.

Fortes merupakan pemain yang sangat lihai mencari ruang. Dia bisa mundur untuk menjadi koneksi antara lini serang dan lini pertahanan dari Arema. Di sini, Fortes dapat melakukan lay-off pada gelandang Arema yang akan berlari ke ruang kosong yang ia tinggalkan.

Fortes juga melakukan lay-off di pinggir lapangan. Jika Arema bermain dengan skema 4–4–2 atau 4–2–3–1, Fortes berperan sebagai striker yang melebar ke pinggir lapangan, dan melakukan gerakan segitiga dengan sayap kanan serta gelandang pivot kanan (gelandang serang jika 4–2–3–1). Dengan ini, rotasi serangan Arema menjadi lebih “cair.”

Selain lay-off, Fortes juga mampu untuk membuka ruang bagi penyerang. Di sini, kita melihat Fortes membuka ruang untuk Dedik, yang mendapatkan ruang lebar di flank.

Fortes juga sering merangsek ke tengah untuk menciptakan situasi 3v2. Hal ini semakin menambah opsi serangan untuk Arema, karena biasanya gelandang Liga 1 memberikan celah yang lebih besar dibandingkan liga-liga di luar negeri, yang notabenenya lebih sigap dalam menjaga celah tersebut.

Menariknya, Fortes lebih diposisikan untuk membantu transisi serangan, jika dibandingkan dengan transisi bertahan. Dalam konteks ini, hal ini membuat gelandang pivot kiri Arema harus maju, hingga sejajar dengan gelandang serang, sebagai kompensasi dari kurangnya kontribusi Fortes. Akan tetapi, hal ini membuat Fortes langsung ada sebagai opsi serang.

Jika memikirkan tentang pengaruh paling kasat mata yang dimiliki oleh Fortes, kemungkinan besar keahliannya di udara akan muncul paling duluan. Dengan figur yang atletis dan kekar, Fortes dapat menjadi opsi jika Arema ingin melakukan serangan “jalur cepat”, melalui umpan panjang, atau jika mereka mengalami kesulitan dalam sirkulasi bola.

Salah satu pola yang Arema pakai adalah menaruh Fortes dalam situasi 1v1 di tiang jauh dengan pemain Arema lainnya melakukan overload di sisi kiri lapangan. Ini adalah cara Arema dalam memanfaatkan kemampuan Fortes di udara.

Pada akhirnya juga, kita juga harus mengakui bahwa Fortes merupakan paket lengkap dalam mencetak gol. Fortes mampu melakukan tendangan di ruang sempit, long shot, kontrol bola lalu berlari ke depan untuk menendang, serta menemukan ruang tembak dalam situasi cutback. Meskipun beberapa dari gol Fortes adalah penalti, Fortes tetap menunjukkan kualitasnya sebagai striker serba bisa — setidaknya dalam aspek menyerang.

Individual dan kolektif: Potensi dinamika antara Marukawa, Fortes, dan skema PSIS

PSIS melakukan build-up serangan dengan skema 4–3–3 atau 4–2–3–1. Formasi 4–3–3 umumnya memiliki proporsi segitiga yang seimbang, sehingga memudahkan rotasi ketika menyerang, serta memiliki jarak antarpemain yang proporsional. Formasi 4–2–3–1, sebaliknya, memiliki kekurangan dalam opsi vertikal di lapangan.

Skuad PSIS juga memiliki keuntungan dalam menyerang karena mereka memiliki bek yang nyaman dalam membawa bola ke depan (utamanya Dewangga), yang membuat PSIS mampu menciptakan keunggulan numerikal. Selain itu, mereka juga mampu untuk melakukan umpan yang dapat mematahkan lini pertahanan (line-breaking pass). Bisa dilihat di bawah sini umpan dari Rio Saputro menuju ke gelandang PSIS yang berdiri di antara gelandang tengah dan gelandang kanan PSIS.

Dalam transisi bertahan, PSIS mampu untuk melakukan counter-press dengan menghadang lini progresi utama dari musuh. Dalam contoh ini, mereka berhasil merebut bola dari pemain Persela dengan cara mengerumungi pembawa bola, lalu satu pemain PSIS memaksa pembawa bola tersebut untuk mengumpan secara tidak nyaman.

Hal ini menunjukkan bahwa PSIS adalah tim yang proaktif dalam menetralisir pembangunan serangan lawan. Intensi utama dari unit pertahanan PSIS adalah untuk membuat musuh melakukan keputusan yang berujung pada kemungkinan perebutan bola yang lebih mudah. Ketika melawan Persikabo, PSIS menerapkan garis pertahanan yang tinggi dan rapat (gambar kanan), serta satu penyerang melakukan pressing yang membuat bek Persikabo harus mengumpan ke daerah rawan (gambar kiri). Dengan ini, PSIS dapat memicu turnover musuh dengan baik.

Dalam organisasi bertahan PSIS umumnya berusaha untuk menghentikan opsi umpan paling berbahaya. Melawan Borneo, unit tengah (4–1) dari Borneo melakukan pertahanan zonal, namun dengan gelandang tengah sisi kiri PSIS melakukan man marking ketika bola sampai di kaki bek kanan Borneo.

Kita bisa melihat Marukawa bersinar dalam aspek ini, mengingat kontribusinya yang sangat baik dalam bertahan secara individu serta kolektif, baik dalam segi kuantitas maupun kualitas. Adanya Marukawa dapat membuat PSIS naik satu level dalam melakukan press lini depan, serta melakukan counter-press. Dengan ini, PSIS mampu untuk membuat musuh lebih panik ketika memegang bola, serta dapat merebut bola dengan lebih mudah.

Kontribusi Fortes, sebaliknya, menjadi tanda tanya yang besar. Ia merupakan kebalikan dari Marukawa, dengan kontribusi bertahan Fortes yang minim. Namun, kita patut mengingat bahwa kurangnya kontribusi bertahan Fortes juga sebagian dipengaruhi oleh keputusan pelatih. Maka, untuk memaksimalkan kemampuan kolektif dari lini pertahanan PSIS, Fortes dapat meningkatkan kemampuannya dalam melakukan pertahanan mulai dari lini pertama, dan/atau lebih proaktif dalam melakukan counter-press.

Secara kolektif, mungkin kita akan melihat PSIS sedikit “mengorbankan” counter-press-nya, untuk menyesuaikan diri terhadap Fortes. Jika iya, PSIS akan lebih mudah untuk kecolongan pada fase penyerangan pertama musuh, dan harus kembali ke organisasi pertahanan dengan lebih cepat. Dengan ini, penyerangan PSIS harus dimulai dari posisi yang lebih dalam. Hal ini bukan merupakan masalah baik untuk Fortes maupun Marukawa, yang menunjukkan keahlian mereka dalam menerima bola dan berkombinasi dalam fase-fase build-up pertama.

Ketika transisi serta organisasi menyerang, Marukawa dan Fortes sama-sama memiliki kemampuan untuk menghasilkan kedalaman (depth) serta kelebaran (width). Dengan ini, PSIS semakin mempunyai variasi dalam lini serang mereka, baik dalam rotasi segitiga di sayap, halfspace, atau di tengah lapangan, extra man untuk menciptakan keunggulan jumlah pemain, serta ketajaman dalam segi kreasi maupun produktivitas gol.

Dinamika antara Fortes dan Marukawa mungkin juga akan menyerupai Cak Sul dengan Marukawa sendiri pada musim lalu. Cak Sul adalah penyerang yang mempu bermain dalam berbagai posisi, serta saling bertukar posisi dengan pemain-pemain persebaya lainnya. Proses ini sendiri akan menyebabkan celah pertahanan terbuka, dan pada akhirnya menguntungkan PSIS ketika menyerang.

Penutup

Bagi Daft Punk, Giorgio by Moroder adalah metafora untuk kebebasan bermusik, serta usaha mereka untuk menghancurkan tembok antargenre, antarbaik dan buruk, antarketerhubungan dan ketidakterhubungan. Fortes dan Marukawa mempunyai kelebihan dan kekurangan mereka sendiri, bermain dalam tim yang rivalitasnya cukup panas, serta memiliki latar belakang dan gaya bermain yang berbeda. Apakah mereka dan PSIS akan menggabungkan kemampuan mereka untuk menciptakan harmoni pada permainan PSIS? Pertanyaan ini akan menjadi sesuatu yang sangat menarik untuk mereka jawab pada musim depan.

--

--

No responses yet