Keputusan Terbaik di Sepak Bola

Irzi Ahmad R
3 min readAug 12, 2024

--

Malam itu, 16 April 2009, Manchester United sedang mengejar ketertinggalan melawan Porto. Ditahan imbang 2–2 di Old Trafford sebelumnya, mereka akan tersingkir apabila tidak mencetak gol sama sekali.

Menit ke-6, Cristiano Ronaldo menerima bola dari Anderson dari sisi tengah. Dibayangi oleh gelandang Porto, ia bisa saja mengumpan ke Wayne Rooney di sayap. Yang Ronaldo lakukan akan berbanding 180 derajat.

Ia mulai mengambil ancang-ancang, dengan jarak 36 meter antara dirinya dengan gawang. Ujar Rio Ferdinand: Jangan, jangan, jangan! Namun Ronaldo tetap bersikeras. Tendangan dilesakkan, sepakannya meluncur tajam ke sudut kanan atas gawang Helton.

Gol ajaib Ronaldo membawa Manchester United ke babak semifinal. Beberapa bulan kemudian, gol tersebut dianugerahkan sebagai gol terbaik di dunia.

Apabila kita hanya menilai situasi sebelum Ronaldo menendang, maka kita akan mengecapnya pemain egois. Bagaimana tidak, Rooney sudah meminta bola di sayap, posisi dia bebas! Bisa saja United menyerang melalui sayap, bukan?

Namun, begitulah sepak bola. Terkadang dia mengajarkan kita sesuatu. Kali ini hal tersebut berhubungan dengan pengambilan keputusan.

Dalam sepak bola, pemain akan selalu dihadapkan pada keputusan. Umpan, tendang, atau dribel? Pilihan yang mereka tentukan akan membuahkan hasil, entah itu berhasil atau gagal.

Beberapa pemain memilih pilihan yang paling mungkin untuk berhasil. Misal, ketika counter attack, ia melihat seorang sayap yang bebas, lalu mengumpan ke pemain tersebut. Kesempatan yang sebelumnya 20 persen akan gol meningkat menjadi 70 persen.

Tentu saja, ini adalah contoh decision making yang bagus, dan dielu-elukan oleh suporter Indonesia. Nampaknya, kita jengah akan pemain tukang gocek yang tidak pernah mengumpan.

Di sisi lain, menariknya, ada tipikal pemain yang suka mencoba hal-hal yang tidak mungkin. Mereka biasa mengambil risiko, namun risiko terukur yang sudah disesuaikan dengan situasi serta kemampuannya. Kita panggil pemain ini “pengambil risiko.”

Ronaldo adalah salah satu pemain tersebut. Dia tahu kemampuannya, seorang pemain yang diberkahi gocekan maut, badan atletis dan kaki kuat, serta sepakan keras yang terarah. Dengan kemampuannya, ia bisa mencetak gol di situasi apa pun.

Misal, saltonya melawan Juventus. Ronaldo punya loncatan tinggi dan sepakan terarah, jadi baginya tidak ada salahnya untuk mencoba salto. Pemain biasa mungkin hanya ada kesempatan 5 hingga 10 persen, tapi dia punya kesempatan 40 hingga 45 persen.

Atau contoh lain, Lionel Messi. Dia kencang, bisa melewati semua orang, punya visi luar biasa, hingga bisa mencetak gol dari mana saja. Ia akan punya banyak pilihan ketika menyerang. Umpan ke Jordi Alba, bisa. Lewati 6 hingga 7 pemain, bisa. Terima bola, melesat sedikit, dan melakukan sepakan jauh, bisa. Baginya, kesempatan itu memiliki 60 hingga 70 persen kemungkinan gol.

Kalau kita menyuruh pemain A B C, karena di layar kaca itu adalah pilihan terbaik, mungkin kita tidak akan mendapatkan “pengambil risiko” ini lagi. Mereka akan takut mencoba, hanya ingin melakukan pilihan aman. Kepercayaan dirinya akan jatuh, dan ini akan menjadi pembeda di pertandingan tensi tinggi.

Ini akan menjadi pengingat pula bagi penggemar sepak bola Indonesia. Apabila pemain sering menggocek, atau langsung menendang, tidak bijak kalau langsung menghakiminya egois atau tidak bisa ambil keputusan. Mungkin mereka ingin ambil risiko, namun belum sesuai dengan kemampuannya.

Barangkali, keputusan yang kita bilang “egois” ini justru akan membawakan gelar di masa depan. Saat hari itu datang, kita semua akan tahu.

--

--

No responses yet