Indonesia 2–1 Kamboja: Ditampar Realitas Merupakan Suatu Hal yang Dilebih-lebihkan

Irzi Ahmad R
5 min readDec 27, 2022

--

Ketika Bali United dikalahkan oleh Visakha, atensi dari sebagian orang teralihkan ke arah perkembangan sepak bola Kamboja. Mereka memang sudah memperbaiki persepakbolaannya sedari dulu, namun sepertinya permasalahan itu menjadi penting karena kita butuh bahan nyinyiran terhadap sepak bola Indonesia. Kisah klasik terulang.

Pada akhirnya, dua tim tersebut bertemu kembali dalam situasi yang sangat rancu. Kamboja dan Indonesia sama-sama mengalami perkembangan pesat di atas lapangan, namun Indonesia sendiri sedang mengalami pemulihan terhadap kejadian traumatis di Stadion Kanjuruhan. Setiap stakeholder (suporter, organisasi, tim, dll.) berusaha membuat kejadian ini masuk akal dengan menciptakan interpretasinya tersendiri.

Tentu saja, tidak ada kebenaran yang absolut — hanya bisa dioperasionalisasikan oleh yang memiliki kekuasaan eksekutif tertinggi — dan aku harap kita dapat menggunakan tiap interpretasi ini dengan bijak. Time will heal all wounds, but what’s matter the most is that we need to keep moving — and understanding.

Di atas kertas, Timnas bermain dengan formasi 4–3–3. Suatu langkah menuju keberanian, mengingat mereka lebih sering menggunakan formasi 3–4–3 belakangan ini. Aku membuat sedikit visualisasi perihal line-up Timnas di atas lapangan:

Starting line-up Timnas melawan Kamboja

Kamboja, sebaliknya, bertahan dengan formasi 5–4–1 dengan 4 gelandang yang compact, yang sering disebut sebagai pertahanan kotak kecil. Tujuannya adalah untuk menghadang progresi Timnas lewat tengah.

Struktur 5–4–1 compact (kotak kecil) dari Kamboja.

Untuk menghadapi compact-nya pertahanan dari Kamboja, Timnas mencoba untuk bermain lebih menengah. Witan yang bermain di sayap kiri bergeser ke tengah, dan Marselino naik untuk menciptakan overload di tengah lapangan. Hal ini ditujukan untuk menembus pertahanan compact dari Kamboja.

Bisa dilihat juga bahwa struktur serangan yang compact di tengah membuat Timnas mampu untuk memenangkan bola di sektor tengah. Alhasil, risiko Timnas dalam kehilangan bola mampu dinetralisir dengan baik.

Pergerakan pemain Timnas secara kolektif juga patut untuk diberi apresiasi. Acapkali mereka berusaha untuk mengeksploitasi kelemahan Kamboja dari bola-bola atas dengan cara melakukan pergerakan up back through. Hal ini berujung pada gol kedua Timnas yang dicetak oleh Witan.

Para penyerang Timnas yang sering kali drop mampu untuk membuka ruang bagi pemain di belakang lini. Dengan adanya pelari belakang lini yang cerdas serta pengumpan yang akurat, Timnas bisa mampu menciptakan peluang “jatuh dari langit.”

Bisa dilihat juga dari klip di atas tentang bagaimana Egy mampu untuk menambah variasi dalam pergerakannya. Berbeda dengan dahulu di mana ia terlalu sering menusuk ke dalam, sekarang dia melakukan pergerakan mendekati pemain dan berlari ke belakang ini, yang berakhir pada gol ciamik ini:

Jordi Amat dan Fachruddin merupakan dua pemain senior dengan gaya bermain yang kontras. Amat merupakan bek yang lebih progresif, sedangkan Fachruddin adalah sesepuh serba bisa, yang seringkali mengorbankan dirinya untuk kepentingan tim.

Chemistry mereka berdua diuji, terutama ketika Timnas kebobolan melalui set-piece. Situasi 2v2 yang terjadi kurang menguntungkan Fachruddin dan Amat; mereka harus meloncat lebih jauh ke depan untuk menyambut bola. Alhasil, bola crossing yang ciamik dari Kamboja disambar dengan sundulan tajam Sareth Krya.

Para pemain cadangan juga telah menjalankan performanya dengan baik, terutama Spaso. Pemain yang sering kali disebut sebagai target man ulung itu mampu untuk menjadi striker serbaguna, berkontribusi terhadap bangun serangan, transisi bertahan, hingga pantulan bola ke arah rekannya. Sebenarnya, role Spaso sudah menjadi lebih serbaguna di Bali, namun itu akan menjadi cerita di lain hari.

Peran Yakob Sayuri pada pertandingan ini juga cukup menarik; ia seringkali bertukar posisi dengan Saddil, dengan Yakob di lini depan dan Saddil di lini tengah. Selain itu, pergerakan Yakob dari inverted fullback menuju ke depan juga patut untuk disorot.

Yakob yang naik hingga ke depan.

Salah satu fullback lainnya yang menunjukkan tajinya adalah, tak lain dan tak bukan, Edo Febriansah. Intensitas dan directness dari permainan Edo sangat terlihat, suatu perbedaan kontras dari AFF tahun lalu. Edo yang lebih dewasa atau kita yang lebih realistis dalam memasang ekspektasi? Mungkin dua-duanya.

Salah satu kekhawatiranku mengenai Timnas adalah tiadanya gelandang box-to-box yang mempermudah tugas Klok dalam bertahan. Ricky dan Marsel adalah dua gelandang yang luar biasa dalam menggulirkan bola, dan sama luar biasanya dalam membiarkan musuh memprogresikan bola.

Namun, kekurangan itu merupakan sesuatu yang akan diperhatikan nantinya. Aku akan menaruh kepercayaan pada staf pelatih dan pemain untuk menemukan pilihan yang menurutnya terbaik.

Perlu kita ingat bahwa kesuksesan sebuah tim di kancah internasonal ditentukan oleh kemampuannya dalam mengontrol dan memanfaatkan ketidakpastian. Dalam pertandingan seperti ini, bisa saja kejadian seperti Maracanazo akan terjadi dan Timnas kalah secara mengejutkan. Kamboja telah tumbuh menjadi tim yang jauh lebih solid.

Namun, di sisi lain, Timnas juga tidak “ditampar realitas.” Mungkin, karena urgensi yang kita buat-buat setelah Bali United kalah bukan merupakan suatu hal yang urgent-urgent amat. Kita lebih hebat dari mereka pada pertandingan hari ini, dan mampu untuk mengontrol pertandingan dengan cukup baik.

Salah satu tabiat buruk yang aku lihat di negeri ini adalah mengambil sebuah hal sepele dan membesarkannya seakan-akan itu adalah urgensi nomor satu yang harus kita selesaikan. Hal itu, sayangnya, hanya akan mengalihkan kita dari hal lainnya yang sebenarnya sangat penting. Apakah ini adalah waktunya untuk menghayati peran kita sebagai tiap stakeholder di persepakbolaan Indonesia, dan berusaha untuk bergerak ke arah yang lebih baik sesuai dengan peran itu?

--

--

No responses yet